Senin, 09 Januari 2017

Ranah Kajian al-Quran

Ranah Kajian al-Qur’an

Al-Quran merupakan  kitab petunjuk yang diturunkan Tuhan untuk umat manusia sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan. Al-Qur’an yang amat luas wawasannya terbuka untuk dikaji dan dijelaskan. Untuk menjadi objek dari metode ilmiah maka al-Quran dikaji secara sistematis yaitu dengan cara yang teratur, runtut dan terpikirkan dengan melakukan pendekatan-pendekatan dari berbagai disiplin ilmu. Ketika al-Qur’an sebagai teks maka yang menjadi objek penelitian adalah naskah al-Qur’an. Namun ketika al-Qur’an sebagai kitab suci yang menjadi objek adalah bagaimana orang meyakini kebenaran isi al-Qur’an. Secara garis besar ada tiga ranah kajian al-Qur’an yaitu:
  1. 1.      Origins (asal-usul)

Pada aspek ini membahas tentang asal-usul atau sejarah. Ketika membicarakan tentang tentang sejarah maka tidak lepas dari ruang dan waktu. Sehingga perlu adanya metode sejarah sebagai alat penelitian. Namun dalam konteks asal usul atau asbabun nuzul al-Qur’an terlepas dari metode sejarah karena peristiwa tersebut anhistoris, dimana dimensi lain yang tidak dapat dijangkau atau anobservable (melampaui ruang observasi). Oleh karena itu, informasi tentang sejarah turunnya al-Qur’an diperoleh dari penafsiran dari ayat-ayat al-Qur’an yang menceritakan proses turunnya al-Qur’an.
  1. 2.      Forms (bentuk)

Pada ranah ini yang dikaji adalah bentuk tulisan atau manuskrip al-Qur’an yang melibatkan ilmu sejarah dan ilmu filologi untuk mengkaji teks al-Qur’an. Ilmu filologi membantu dalam menentukan usia, kapan manuskrip tersebut dibuat. Sedangkan ilmu sejarah digunakan untuk menggali informasi sosio-historis pada saat manuskrip ditulis.
  1. 3.      Function (fungsi)

Dalam ranah ini al-Qur’an memiliki dua fungsi yaitu sebagai fungsi informatif dan fungsi performatif. Fungsi informative yang berisi kandungan al-Qur’an melahirkan objek kajian dari segi kebahasaan dan juga asumsi dasar atau maksud yang ingin disampaikan al-Qur’an. Sehingga dari kajian tersebut melahirkan berbagai kitab tafsir dari berbagai sudut pandang. Sedangkan fungsi performative membahas tentang tindakan atau perilaku masyarakat terhadap al-Qur’an atau yang lebih dikenal dengan living Qur’an.

            Keotentikan al-Qur’an yaitu bagaimana al-Qur’an diyakini sebagai kalam Tuhan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Karena hal tersebut merupakan bianobsevable atau melampaui ruang observasi sehingga tidak dapat dijadikan objek observasi, bersifat metafisik. Oleh karena itu yang dapat dijadikan objek observasi adalah keyakinan orang terhadap al-Qur’an dan bagaimana orang meyakininya, sehingga dari situlah muncul kajian living Qur’an.

1 komentar: