Ranah
Kajian al-Qur’an
Al-Quran merupakan
kitab petunjuk yang diturunkan Tuhan untuk umat manusia sebagai petunjuk
dalam menjalani kehidupan. Al-Qur’an yang amat luas wawasannya terbuka untuk
dikaji dan dijelaskan. Untuk menjadi objek dari metode ilmiah maka al-Quran
dikaji secara sistematis yaitu dengan cara yang teratur, runtut dan terpikirkan
dengan melakukan pendekatan-pendekatan dari berbagai disiplin ilmu. Ketika
al-Qur’an sebagai teks maka yang menjadi objek penelitian adalah naskah
al-Qur’an. Namun ketika al-Qur’an sebagai kitab suci yang menjadi objek adalah
bagaimana orang meyakini kebenaran isi al-Qur’an. Secara garis besar ada tiga
ranah kajian al-Qur’an yaitu:
- 1. Origins (asal-usul)
Pada
aspek ini membahas tentang asal-usul atau sejarah. Ketika membicarakan tentang
tentang sejarah maka tidak lepas dari ruang dan waktu. Sehingga perlu adanya
metode sejarah sebagai alat penelitian. Namun dalam konteks asal usul atau
asbabun nuzul al-Qur’an terlepas dari metode sejarah karena peristiwa tersebut
anhistoris, dimana dimensi lain yang tidak dapat dijangkau atau anobservable
(melampaui ruang observasi). Oleh karena itu, informasi tentang sejarah
turunnya al-Qur’an diperoleh dari penafsiran dari ayat-ayat al-Qur’an yang
menceritakan proses turunnya al-Qur’an.
- 2. Forms (bentuk)
Pada ranah ini yang dikaji adalah bentuk tulisan
atau manuskrip al-Qur’an yang melibatkan ilmu sejarah dan ilmu filologi untuk
mengkaji teks al-Qur’an. Ilmu filologi membantu dalam menentukan usia, kapan
manuskrip tersebut dibuat. Sedangkan ilmu sejarah digunakan untuk menggali
informasi sosio-historis pada saat manuskrip ditulis.
- 3. Function (fungsi)
Dalam ranah ini al-Qur’an memiliki dua fungsi yaitu
sebagai fungsi informatif dan fungsi performatif. Fungsi informative yang
berisi kandungan al-Qur’an melahirkan objek kajian dari segi kebahasaan dan
juga asumsi dasar atau maksud yang ingin disampaikan al-Qur’an. Sehingga dari
kajian tersebut melahirkan berbagai kitab tafsir dari berbagai sudut pandang.
Sedangkan fungsi performative membahas tentang tindakan atau perilaku
masyarakat terhadap al-Qur’an atau yang lebih dikenal dengan living Qur’an.
Keotentikan al-Qur’an yaitu
bagaimana al-Qur’an diyakini sebagai kalam Tuhan tidak dapat dibuktikan secara
ilmiah. Karena hal tersebut merupakan bianobsevable atau melampaui ruang
observasi sehingga tidak dapat dijadikan objek observasi, bersifat metafisik.
Oleh karena itu yang dapat dijadikan objek observasi adalah keyakinan orang
terhadap al-Qur’an dan bagaimana orang meyakininya, sehingga dari situlah
muncul kajian living Qur’an.
sekedar catatan kuliah
BalasHapus