Paradigma
Thomas Kuhn
By
Diana Fitri Umami
A.
Latar Belakang
Sejarah
keilmuan terus mengalami perkembangan dan kemajuan dari masa ke masa. Masalah
keilmuan menjadai masalah penting bagi kehidupan manusia. Karena manusia itu
selalu bereksistensi, berbudaya, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menggunakannya
dalam kehidupan meeka.
Dalam
bidang keilmuan diperlukan adanya sebuah paradigm untuk dapat memecahkan sebuah
masalah. Untuk memahami gagasan paradigm, juga harus memahami gagasan tentang
positivisme seperti yang telah dijelaskan oleh kelompok sebelumnya. Thomas Kuhn
merupakan tokoh yang menemukan gagasan tentang paradigm. Menurutnya
paradigmalah yang mampu menentukan jenis-jenis eksperimen yang dilakukan oleh
seorang ilmuwan. Paradigmlah yang dibutuhkan seorang ilmuan dalam melakukan
penelitian.
Sebuah
paradigm tidak selamanya kokoh, ia memiliki ketahanan tertentu yang mampu
menimbulkan anomaly-anomali. Anomaly yang tidak mampu diselesaikan akan
menyebabkan krisis sehingga terjadi pergesaran paradigm atau revolusi ilmiah.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang biografi Thomas
Khun; pengertian paradigm; dan revolusi ilmiah.
B.
Biografi Thomas
Kuhn
Thomas
S. Kuhn lahir di Cincinnati, Ohio, Anerika Serikat pada 18 Juli 1992. Pada
tahun 1994, Kuhn berhasil meraih Ph.D dalam ilmu fisika di Harvard University.
Di universitas yang saat ini merupakan universitas terbaik dunia ini Kuhn
bekerja dibidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Pada tahun 1956, dia pindah
ke Universitas California Berkeley sebagai dosen sejarah sains. Pada tahun 1964,
Kuhn dinobatkan sebagai Guru Besar pada Princeton University bidang filsafat
dan sejarah sains. Pada 1983, dia juga menjadi professor di Massachusetts
Institute of University. Pada akhirnya filosof Kuhn terjangkit penyakit kanker
selama beberapa tahun hingga ajal menjemputnya pada 17 Juni 1996. Karyanya
boleh dibilang sedikit, dan yang paling terkenal adalah The Structure of
scientific Revolution (1962).[1]
C.
Paradigm
Sebelum
adanya paradigm atau pada masa pra paradigmatic, pengumpulan fakta atau
kegiatan penelitian dalam bidang tertentu berlangsung dengan cara yang hampir
dapat dikatakan mengacu pada perencanaan atau kerangka teoritikal yang diterima
umum.
Thomas
Khun merupakan ilmuwan Barat yang mencetuskan sistem keyakinan yang dapat
memecahkan permasalahan atau kesulitan dalam rangka ilmunya yang dinamakan
paradigm. Menurut Kuhn, ilmu tidak satu tapi plural, dan ilmuwan selalu bekerja
dibawah satu payung paradigm yang memuat asumsi ontologis, epistemologis, dan
aksiologis. Kuhn mendefinisikan paradigm setidaknya dalam dua puluh dua
pengertian, yang secara garis besar dirangkum sebagai berikut:
a.
Kerangka
konseptual untuk mengklarifikasi dan menerangkan objek-objek fisikal alam
b.
Patokan untuk
menspesifikasi metode yang tepat, teknik-teknik, dan instrument dalam meneliti
objek-objek dalam wilayah yang relevan; dan
c.
Kesepakatan
tentang tujuan-tujuan kognitif yang absah.[2]
Namun
secara umum, paradigm diambil dari kata paradigm. Dari Bahasa Yunani, para
deigma, dari kata para (di samping, di sebelah), dan dekynai (memperlihatkan:
yang berarti model, contoh, arketipe, ideal).[3]
Paradigm merupakan konstruk berpikir yang mampu menjadi wacana untuk temuan
ilmiah.[4]
Paradigm
menjadi patokan bagi ilmu pengetahuan untuk melaksanakan penelitian, memecahkan
masalah, bahkan menyeleksi masalah yang pantas untuk dibahas. Paradigm menjadi
semacam kacamata ilmuwan untuk mempersepsi semesta. Menurut Kuhn, paradigm lah
yang menentukan jenis-jenis eksperiman yang dilakukan ilmuwan, jenis pertanyaan
dan masalah yang diajukan.[5]
D.
Revolusi Ilmiah
Perdebatan
antara Popper dan Kuhn mengenai prinsip perbandingan dan prinsip
ketakberbandingan yang memicu adanya revolusi dalam ilmu pengetahuan. Jika
Popper meyakini akumulasi kognitif yang meyakinkan adanya perbandingan rasional
di antara berbagai teori sehingga teori-teori saling berkesinambungan, Kuhn
menyangkalnya dengan mengajukan prinsip ketakberbandingan yang mengimplikasikan
bahwa kesinambungan antar teori-teori mustahil karena teori-teori itu
beroperasi di bawah paradigmanya masing-masing. Mengenai anomaly (kesalahan)
Popper menyakini bahwa perlu ditemukan sebuah kesalahan (falsifikasi) untuk
mencapai kemajuan, sedangkan Kuhn beranggapan bahwa berbagai kesalahan
(anomaly) pasti terjadi dalam sebuah paradigm. [6]
Konsep
ketakberbandingan dan ketaksinambungan Kuhn, dapat dilihat dari pemikirannya
tentang kemajuan ilmu pengetahuan yang menurutnya kemajuan ini berawal dari
perjuangan kompetitif antar berbagai teori untuk memperoleh legitimasi social.
Sehingga teori tersebut menjadi sebuah paradigm, jadi paradigm itu muncul dari
kompetisi antar teori.
Paradigm
itu sendiri pada gilirannya memiliki masa ketahanan tertentu dimana setelah
melahirkan ilmu normal lantaran kekokohannya sebgai sebuah patokan dasar atau
kerangka konseptual, akan memunculkan anomaly. Anomaly ini tidak lain merupakan
kumpulan kejanggalan atau kesalahan yang tersingkap. Karena sudah menumpuk maka
anomaly tersebut pada saatnya menyebabkan krisis keilmuan. Krisis inilah yang
akan menimbulkan paradigm baru.[7]
Ilmu
normal adalah tahap ketika sebuah paradigm mampu melahirkan keadaan kondusif
bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, dalam ilmu normal terkadang muncul
persoalan-persoalan yang tidak terselesaikan yang mengakibatkan munculnya
anomaly. Ketika anomaly tersebut terus menumpuk dan tak terselesaikan
menyebabkan krisis dan akhirnya muncullah sebuah paradigm baru. Jika komunitas
ilmiah mampu memecahkan krisis maka terjadilah revolusi ilmiah, yaitu proses
terjadinya pergeseran dari paradigm satu ke paradigm dua dan seterusnya.[8]
Proses pergeseran paradigm dinamakn sebagai revolusi ilmiah karena apabila ada
malafungsi yang dapat menyebabkan terjadinya krisis itu merupakan persyaratan
bagi revolusi.[9]
E.
Kesimpulan
Thomas
Kuhn merupan seorang ilmuan fisika yang akhirnya bergerak dalam bidang
filsafat. Kuhn mengembangkan sejarah ilmu dengan merumuskan konsep paradigm.
Paradigm merupakan konstruk berpikir dalam menyelesaikan masalah ilmiah.
Paradigm dapat dijadikan sebagai patokan dalam melakukan penelitian. Paradigma
lahir dari kompetisi teori-teori untuk memperoleh validasi untuk dijadikan
sebuah paradigm.
Paradigm
memiliki masa ketahanan tertentu, artinya suatu saat ada masa dimana paradigm
sudah tidak berfungsi lagi. Hal itu meninumbulkan anomaly, dan jika tidak mampu
diatasi maka anomaly tersebut menyebabkan krisis. Ketidakberfungsian paradigm
memunculkan adanya paradigm baru atau pergeseran paradigm. Pergeseran paradigm
tersebut dikenal dengan istilah revolusi ilmiah.
Daftar
Pustaka
Bagus,
Lorens. Kamus Filsafat. Cet. III. Jakarta: Gramedia. 2002.
Kuhn, Thomas. Peran Paradigma Dalam
Revolusi Sains. penj. Tjun Surjaman. Bandung: Remaja Karya Offset. 1989.
Sibawaihi. Filsafat Ilmu. Yogyakarta:
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. 2011.
Sofyan, Ayi. Kapita Selekta Filsafat.
Bandung: Pustaka Setia, 2010.
[1]
Sibawaihi, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga, 2011), hlm. 71.
[2]
Ibid, hlm. 73.
[3]
Lorens Bagus, kamus Filsafat, Cet. III, (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm.
779.
[4]
Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm.
159.
[5] Sibawaihi, Filsafat
Ilmu, hlm. 73.
[6] Ibid, 74.
[7] Ibid, 75.
[8] Sibawaihi, Filsafat
Ilmu, hlm. 75.
[9]
Thomas Kuhn, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, penj. Tjun Surjaman,
(Bandung: Remaja Karya Offset, 1989), hlm.100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar