Senin, 09 Januari 2017

Paradigma Thomas Kuhn

Paradigma Thomas Kuhn
By Diana Fitri Umami
A.    Latar Belakang
Sejarah keilmuan terus mengalami perkembangan dan kemajuan dari masa ke masa. Masalah keilmuan menjadai masalah penting bagi kehidupan manusia. Karena manusia itu selalu bereksistensi, berbudaya, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menggunakannya dalam kehidupan meeka.
Dalam bidang keilmuan diperlukan adanya sebuah paradigm untuk dapat memecahkan sebuah masalah. Untuk memahami gagasan paradigm, juga harus memahami gagasan tentang positivisme seperti yang telah dijelaskan oleh kelompok sebelumnya. Thomas Kuhn merupakan tokoh yang menemukan gagasan tentang paradigm. Menurutnya paradigmalah yang mampu menentukan jenis-jenis eksperimen yang dilakukan oleh seorang ilmuwan. Paradigmlah yang dibutuhkan seorang ilmuan dalam melakukan penelitian.
Sebuah paradigm tidak selamanya kokoh, ia memiliki ketahanan tertentu yang mampu menimbulkan anomaly-anomali. Anomaly yang tidak mampu diselesaikan akan menyebabkan krisis sehingga terjadi pergesaran paradigm atau revolusi ilmiah.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang biografi Thomas Khun; pengertian paradigm; dan revolusi ilmiah.
B.     Biografi Thomas Kuhn
Thomas S. Kuhn lahir di Cincinnati, Ohio, Anerika Serikat pada 18 Juli 1992. Pada tahun 1994, Kuhn berhasil meraih Ph.D dalam ilmu fisika di Harvard University. Di universitas yang saat ini merupakan universitas terbaik dunia ini Kuhn bekerja dibidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Pada tahun 1956, dia pindah ke Universitas California Berkeley sebagai dosen sejarah sains. Pada tahun 1964, Kuhn dinobatkan sebagai Guru Besar pada Princeton University bidang filsafat dan sejarah sains. Pada 1983, dia juga menjadi professor di Massachusetts Institute of University. Pada akhirnya filosof Kuhn terjangkit penyakit kanker selama beberapa tahun hingga ajal menjemputnya pada 17 Juni 1996. Karyanya boleh dibilang sedikit, dan yang paling terkenal adalah The Structure of scientific Revolution (1962).[1]
C.     Paradigm
Sebelum adanya paradigm atau pada masa pra paradigmatic, pengumpulan fakta atau kegiatan penelitian dalam bidang tertentu berlangsung dengan cara yang hampir dapat dikatakan mengacu pada perencanaan atau kerangka teoritikal yang diterima umum.
Thomas Khun merupakan ilmuwan Barat yang mencetuskan sistem keyakinan yang dapat memecahkan permasalahan atau kesulitan dalam rangka ilmunya yang dinamakan paradigm. Menurut Kuhn, ilmu tidak satu tapi plural, dan ilmuwan selalu bekerja dibawah satu payung paradigm yang memuat asumsi ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Kuhn mendefinisikan paradigm setidaknya dalam dua puluh dua pengertian, yang secara garis besar dirangkum sebagai berikut:
a.       Kerangka konseptual untuk mengklarifikasi dan menerangkan objek-objek fisikal alam
b.      Patokan untuk menspesifikasi metode yang tepat, teknik-teknik, dan instrument dalam meneliti objek-objek dalam wilayah yang relevan; dan
c.       Kesepakatan tentang tujuan-tujuan kognitif yang absah.[2]
Namun secara umum, paradigm diambil dari kata paradigm. Dari Bahasa Yunani, para deigma, dari kata para (di samping, di sebelah), dan dekynai (memperlihatkan: yang berarti model, contoh, arketipe, ideal).[3] Paradigm merupakan konstruk berpikir yang mampu menjadi wacana untuk temuan ilmiah.[4]
Paradigm menjadi patokan bagi ilmu pengetahuan untuk melaksanakan penelitian, memecahkan masalah, bahkan menyeleksi masalah yang pantas untuk dibahas. Paradigm menjadi semacam kacamata ilmuwan untuk mempersepsi semesta. Menurut Kuhn, paradigm lah yang menentukan jenis-jenis eksperiman yang dilakukan ilmuwan, jenis pertanyaan dan masalah yang diajukan.[5]
D.    Revolusi Ilmiah
Perdebatan antara Popper dan Kuhn mengenai prinsip perbandingan dan prinsip ketakberbandingan yang memicu adanya revolusi dalam ilmu pengetahuan. Jika Popper meyakini akumulasi kognitif yang meyakinkan adanya perbandingan rasional di antara berbagai teori sehingga teori-teori saling berkesinambungan, Kuhn menyangkalnya dengan mengajukan prinsip ketakberbandingan yang mengimplikasikan bahwa kesinambungan antar teori-teori mustahil karena teori-teori itu beroperasi di bawah paradigmanya masing-masing. Mengenai anomaly (kesalahan) Popper menyakini bahwa perlu ditemukan sebuah kesalahan (falsifikasi) untuk mencapai kemajuan, sedangkan Kuhn beranggapan bahwa berbagai kesalahan (anomaly) pasti terjadi dalam sebuah paradigm. [6]
Konsep ketakberbandingan dan ketaksinambungan Kuhn, dapat dilihat dari pemikirannya tentang kemajuan ilmu pengetahuan yang menurutnya kemajuan ini berawal dari perjuangan kompetitif antar berbagai teori untuk memperoleh legitimasi social. Sehingga teori tersebut menjadi sebuah paradigm, jadi paradigm itu muncul dari kompetisi antar teori.
Paradigm itu sendiri pada gilirannya memiliki masa ketahanan tertentu dimana setelah melahirkan ilmu normal lantaran kekokohannya sebgai sebuah patokan dasar atau kerangka konseptual, akan memunculkan anomaly. Anomaly ini tidak lain merupakan kumpulan kejanggalan atau kesalahan yang tersingkap. Karena sudah menumpuk maka anomaly tersebut pada saatnya menyebabkan krisis keilmuan. Krisis inilah yang akan menimbulkan paradigm baru.[7]
Ilmu normal adalah tahap ketika sebuah paradigm mampu melahirkan keadaan kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, dalam ilmu normal terkadang muncul persoalan-persoalan yang tidak terselesaikan yang mengakibatkan munculnya anomaly. Ketika anomaly tersebut terus menumpuk dan tak terselesaikan menyebabkan krisis dan akhirnya muncullah sebuah paradigm baru. Jika komunitas ilmiah mampu memecahkan krisis maka terjadilah revolusi ilmiah, yaitu proses terjadinya pergeseran dari paradigm satu ke paradigm dua dan seterusnya.[8] Proses pergeseran paradigm dinamakn sebagai revolusi ilmiah karena apabila ada malafungsi yang dapat menyebabkan terjadinya krisis itu merupakan persyaratan bagi revolusi.[9]
E.     Kesimpulan
Thomas Kuhn merupan seorang ilmuan fisika yang akhirnya bergerak dalam bidang filsafat. Kuhn mengembangkan sejarah ilmu dengan merumuskan konsep paradigm. Paradigm merupakan konstruk berpikir dalam menyelesaikan masalah ilmiah. Paradigm dapat dijadikan sebagai patokan dalam melakukan penelitian. Paradigma lahir dari kompetisi teori-teori untuk memperoleh validasi untuk dijadikan sebuah paradigm.
Paradigm memiliki masa ketahanan tertentu, artinya suatu saat ada masa dimana paradigm sudah tidak berfungsi lagi. Hal itu meninumbulkan anomaly, dan jika tidak mampu diatasi maka anomaly tersebut menyebabkan krisis. Ketidakberfungsian paradigm memunculkan adanya paradigm baru atau pergeseran paradigm. Pergeseran paradigm tersebut dikenal dengan istilah revolusi ilmiah.



Daftar Pustaka


Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Cet. III. Jakarta: Gramedia. 2002.
Kuhn, Thomas. Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. penj. Tjun Surjaman. Bandung: Remaja Karya Offset. 1989.
Sibawaihi. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. 2011.
Sofyan, Ayi. Kapita Selekta Filsafat. Bandung: Pustaka Setia, 2010.



[1] Sibawaihi, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2011), hlm. 71.
[2] Ibid, hlm. 73.
[3] Lorens Bagus, kamus Filsafat, Cet. III, (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 779.
[4] Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 159.
[5] Sibawaihi, Filsafat Ilmu, hlm. 73.
[6] Ibid, 74.
[7] Ibid, 75.
[8] Sibawaihi, Filsafat Ilmu, hlm. 75.
[9] Thomas Kuhn, Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, penj. Tjun Surjaman, (Bandung: Remaja Karya Offset, 1989), hlm.100.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar